Jelajah98, JAKARTA- Buntut kasus Valencya alias Nengsy Lim, 9 Jaksa di wilayah Hukum Jawa Barat akan diperiksa secara fungsional oleh Bagian Pengawasan, Kejaksaan Agung.
Sementara, Asisten Pidana Umum (Aspidum) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar langsung ditarik ke Kejagung guna memudahkan pemeriksaan.
Disamping itu, penanganan perkaranya ditarik langsung dan ditangani oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), karena menarik perhatian masyarakat dan Pimpinan Kejaksaan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan, secara normatif bila dari pemeriksaan fungsional terindikasi perbuatan tercela, maka ditingkatkan ke pemeriksaan kasus dan bila terbukti, rekomendasinya bisa dipidanakan!
Rekomendasi ini tindak lanjut dari Eksaminasi Khusus yang dilakukan Jajaran Jampidum), di Kejagung, Senin (15/11).
Eksaminasi khusus diperintahkan langsung oleh Jaksa Agung setelah merespons pemberitaan tentang penanganan kasus Valencya.
Sikap ini sekaligus bukti ucapan-ucapan ST. Burhanuddin di berbagai kesempatan bukan Lips Service.
“Saya tidak butuh Jaksa Pintar (dan Cerdas, Red), Saya butuh Jaksa Berintegritas,” tegasnya.
Kasus Valencya ini, terakhir Kamis (11/11) dituntut 1 tahun di PN. Karawang lantaran diduga memarahi suaminya, karena sering pulang mabok ke rumah.
Belum diketahui, ada apa? Sehingga perkara ini tidak dihentikan penuntutan berdasar keadilan restorativ. Padahal, perkara ini masuk perkara remeh-temeh.
Kapuspenkum Leonard EE. Simanjuntak menjelaskan dari hasil eksaminasi terungkap, 9 orang dari Kejaksaan Negeri Karawang, Kejati Jabar dan Jaksa Penuntut Umum (P-16 A) tidak melaksanakan perintah Jaksa Agung.
“Dalam hal ini, tidak mempedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana.”
Serta, tidak mempedomani 7 Perintah Harian Jaksa Agung yang merupakan norma/kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara terdakwa Valencya.
“Sikap ini dapat diartikan tidak melaksanakan Perintah Pimpinan (Jaksa Agung, Red),” tegasnya, di Kejagung, Senin (15/11) malam.
Selain itu, masih kata Leonard dari tahap Prapenuntutan sampai tahap Penuntutan baik dari Kejari Karawang maupun dari Kejati Jabar tidak memiliki “Sense of Crisis” / Kepekaan.
“Tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum Tanggal 3 Desember 2019, khususnya ketentuan Bab II, Angka 1 butir 6 dan butir 7.”
Disebutkan, Pengendalian Tuntutan Perkara Tindak Pidana Umum dengan Prinsip Kesetaraan yang ditangani di Kejagung atau Kejati dilaksanakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4).
Di kesempatan itu, dia mengungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Karawang telah melakukan Penundaan Pembacaan Tuntutan Pidana sebanyak 4 kali.
“Alasan yang disampaikan kepada Majelis Hakim Rentut (Rencana Tuntutan) belum turun dari Kejati Jabar.”
Faktanya, sambung Leonard Rentut baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejati Jabar pada, tanggal 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejati Jabar tanggal 29 Oktober 2021 dan persetujuan Tuntutan Pidana dari Kejati Jabar dengan Nota Telepon per tanggal 3 November 2021.
“Namun pembacaan Tuntutan Pidana oleh JPU pada tanggal 11 November,” bebernya tanpa tedeng aling.
Terakhir, mereka tidak mempedomani Pedoman Nomor 1/ 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Perkara Pidana.
Komentar
Posting Komentar